Breaking

Post Top Ad

Your Ad Spot

Tuesday, April 7, 2020

Sekolah itu candu


Sekolahlah nak, biar nanti masa depanmu bagus. Sekolahlah biar nanti kalian tidak seperti kami, hanya jadi petani padi dengan kehidupan pas-pasan dan selalu banting tulang”
Adalah ungkapan paling sering dari orang tua kepada anak-anaknya. Mereka ingin mengubah nasib dari yang tak punya apa-apa hingga hidup enak. Standar bahagia memang beda, mungkin bagi mereka bahagia adalah hidup tidak sengsara. Sekolah lalu dapat pekerjaan yang baik.
Tapi, apakah hanya sekolah yang menjamin itu semua?
Membaca Sekolah Itu Candu, hasil pemikiran Roem Topatimasang seperti obat pelipur lara. Ini buku pertama yang saya baca tentang sekolah di Indonesia tetapi apa yang dituangkan hampir sama persis dengan protes yang menyelimuti pikiranku. Padahal dia menulisnya tahun 80-an bahkan aku belum direncanakan untuk lahir tapi nyatanya sistem pendidikan Indonesia masih saja sama.
Buku ini amat teliti, dibangun dari bagian 1 hingga 14. Bermacam-macam dibicarakan, mulai dari asal muasal sekolah hingga sekolah masa depan. Jika dulu sekolah hanya dijadikan pengisi waktu kosong tapi sekarang sekolah menjadi hal yang utama bahkan ia mengurangi waktu luang.
Bayangkan saja, sejak dini minimal usia 4 tahun sudah masuk TK, kemudian SD hingga SMA. Setidaknya 10 hingga 11 tahun waktu kita habis untuk Sekolah.
Tamat SMA akan ditanya mau jadi apa? Sudah bisa mendapatkan pekerjaan yang didambakan orang tua? Jawaban: Tidak. Tamat SMA tak ada apa-apanya, harus lanjut ke perguruan tinggi.
Sepertinya Roem memang memiliki kritik besar terhadap pendidikan di Indonesia. Mulai dari apa yang dipelajari, jam belajar hingga seragam sekolah. Dulu anak-anak belajar langsung ke lapangan tapi sekarang malah sibuk dengan teori-teori yang disesuaikan dengan kurikulum. Terlebih lagi seragam yang digunakan, lengkap dengan tas dan sepatu. Memang elok terlihat rapi tapi apakah itu sesuai dengan tujuan sekolah?

No comments:

Post a Comment

KKN Desa Penari

Saat motor melaju kencang menembus hutan, Widya mendengar tabuhan gamelan. Suaranya mendayu-dayu dan terasa semakin dekat. Tiba-ti...

Post Top Ad

Your Ad Spot

Menu