“Apakah ini artinya Emma kalah, Jusuf?”
Pertanyaan Emma menusuk batinku. Aku pilu. Mata bening Emma basah.
Angin sore mendadak terasa sangat dingin.
Cahaya matahari dari barat jatuh di wajah Emma. Dukanya semakin terlihat.
Emma tidak pernah punya gambaran tentang wanita yang dimadu.
Sejak Bapak memilih tinggal di rumah keduanya, Emma sering terlihat merenung, tertunduk lesu. Ketika langkah Bapak semakin jarang terdengar di rumah kami, Emma semakin sendu.
Namun, Emma tak membairkan dirinya terlalu lama disiksa rindu.
Dia segera berjuang untuk bangkit, menjadi wanita yang mandiri.
Emma adalah perjalanan keberanian. Ada sosok yang kokoh dalam dirinya yang bertumpu.
Maka, kini, aku akan bercerita tentang dia, ibuku.
Emma-ku, Athirah.
Perempuan indah yang mengajarkan aku tentang hidup...
Download Athirah [Republish] by Alberthiene Endah.pdf
No comments:
Post a Comment